"Bila kau bukan anak Raja, juga bukan anak Ulama besar, maka menulislah"
(Imam Al-Ghazali)
"Semua Penulis akan meninggal, hanya karyanyalah yang abadi sepanjang masa, maka tulislah yang akan membahagiakan dirimu di akhirat nanti"
(Ali bin Abi Thalib).
Jumat, 31 Juli 2015
Kamis, 23 Juli 2015
Retorika (Seni berbicara).
SEJARAH PERKEMBANGAN RETORIKA
by : jaka 05.0217.15
Objek studi retorika setua kehidupan
manusia. Kefasihan bicara mungkin pertama kali dipertunjukkan dalam upacara
adat: kelahiran, kematian, lamaran, perkawinan, dan sebagainya. Pidato
disampaikan oleh orang yang mempunyai status tinggi. Dalam perkembangan
peradaban pidato melingkupi bidang yang lebih luas. "Sejarah
manusia", kata Lewis Copeland dalam kata pengantar bukunya tentang pidato
tokoh-tokoh besar dalam sejarah, "terutama sekali adalah catatan peristiwa
penting yang dramatis, yang seringkali disebabkan oleh pidato-pidato besar.
Sejak Yunani dan Roma sampai zaman
kita sekarang, kepandaian pidato dan kenegarawanan selalu berkaitan. Banyak
jago pedang juga terkenal dengan kefasihan bicaranya yang menawan".
Uraian sistematis retorika yang
pertama diletakkan oleh orang Syracuse, sebuah koloni Yunani di Pulau Sicilia.
Bertahun-tahun koloni itu diperintah para tiran. Tiran, di mana pun dan pada
zaman apa pun, senang menggusur tanah rakyat. Kira-kira tahun 465 SM, rakyat
melancarkan revolusi. Diktator ditumbangkan dan demokrasi ditegakkan.
Pemerintah mengembalikan lagi tanah rakyat kepada pemiliknya yang sah.
Di sinilah kemusykilan terjadi.
Untuk mengambil haknya, pemilik tanah harus sanggup meyakinkan dewan juri di
pengadilan. Waktu itu, tidak ada pengacara dan tidak ada sertifikat tanah.
Setiap orang harus meyakinkan mahkamah dengan pembicaraan saja. Sering orang
tidak berhasil memperoleh kembali tanahnya, hanya karena ia tidak pandai
bicara.
Untuk membantu orang memenangkan
haknya di pengadilan, Corax menulis makalah retorika, yang diberi nama Techne
Logon (Seni Kata-kata). Walaupun makalah ini sudah tidak ada, dari para
penulis sezaman, kita mengetahui bahwa dalam makalah itu ia berbicara tentang
"teknik kemungkinan". Bila kita tidak dapat memastikan sesuatu,
mulailah dari kemungkinan umum. Seorang kaya mencuri dan dituntut di pengadilan
untuk pertama kalinya. Dengan teknik kemungkinan, kita bertanya,
"Mungkinkah seorang yang berkecukupan mengorbankan kehormatannya dengan
mencuri? Bukankah, sepanjang hidupnya, ia tidak pernah diajukan ke pengadilan
karena mencuri". Sekarang, seorang miskin mencuri dan diajukan ke
pengadilan untuk kedua kalinya. Kita bertanya, "la pernah mencuri dan
pernah dihukum. Mana mungkin ia berani melakukan lagi pekerjaan yang
sama". Akhirnya, retorika memang mirip "ilmu silat lidah".
Di samping teknik kemungkinan, Corax
meletakkan dasar-dasar organisasi pesan. Ia membagi pidato pada lima bagian: pembukaan,
uraian, argumen, penjelasan tambahan, dan kesimpuln. Dari sini, para
ahli retorika kelak mengembangkan organisasi pidato.
Walaupun demokrasi gaya Syracuse
tidak bertahan lama, ajaran Corax tetap berpengaruh. Konon, Gelon, penguasa
yang menggulingkan demokrasi dan menegakkan kembali tirani, menderita halitosis
(bau mulut). Karena ia tiran yang kejam, tak seorang pun berani memberitahukan
hal itu kepadanya. Sampai di negeri yang asing, seorang perempuan asing berani
menyebutkannya. Ia terkejut. Ia memarahi istrinya, yang bertahun-tahun begitu
dekat dengannya, tetapi tidak memberitahukannya. Istrinya menjawab bahwa karena
ia tidak pernah dekat dengan laki-laki lain, ia mengira semua laki-laki sama.
Gelon tidak jadi menghukum istrinya. Tampaknya, sang istri sudah belajar
retorika dari Corax.
Masih di Pulau Sicilia, tetapi di
Agrigenturn, hidup Empedocles (490-430 SM), filosof, mistikus, politisi, dan
sekaligus orator. Ia cerdas dan menguasai banyak pengetahuan. Sebagai filosof,
ia pernah berguru kepada Pythagoras dan menulis The Nature of Things. Sebagai
mistikus, ia percaya bahwa setiap orang bisa bersatu dengan Tuhan bila ia menjauhi
perbuatan yang tercela. Sebagai politisi, ia memimpin pemberontakan untuk
menggulingkan aristokrasi dan kekuasaan diktator. Sebagai orator, menurut
Aristoteles, "ia mengajarkan prinsip-prinsip retorika, yang kelak dijual
Gorgias kepada penduduk Athena".
Tahun 427 SM Gorgias dikirim sebagai
duta ke Athena. Negeri itu sedang tumbuh sebagai negara yang kaya. Kelas
pedagang kosmopolitan selain memiliki waktu luang lebih banyak, juga terbuka
pada gagasan-gagasan baru. Di Dewan Perwakilan Rakyat, di pengadilan, orang
memerlukan kemampuan berpikir yang jernih dan logis serta berbicara yang jelas
dan persuasif. Gorgias memenuhi kebutuhan "pasar" ini dengan mendirikan
sekolah retorika. Gorgias menekankan dimensi bahasa yang puitis dan teknik
berbicara impromtu (kita bahas pada Bab II). Ia meminta bayaran yang
mahal; sekitar sepuluh ribu drachma ($ 10.000) untuk seorang murid saja.
Bersama Protagoras dan kawan-kawan, Gorgias berpindah dari satu kota ke kota
yang lain. Mereka adalah "dosen-dosen terbang".
Protagoras menyebut kelompoknya sophistai,
"guru kebijaksanaan" Sejarahwan menyebut mereka kelompok Sophis.
Mereka berjasa mengembangkan retorika dan mempopulerkannya. Retorika, bagi
mereka bukan hanya ilmu pidato, tetapi meliputi pengetahuan sastra, gramatika,
dan logika. Mereka tahu bahwa rasio tidak cukup untuk meyakinkan orang. Mereka
mengajarkan teknik-teknik memanipulasi emosi dan menggunakan prasangka untuk
menyentuh hati pendengar. Berkat kaum Sophis, abad keempat sebelum Masehi
adalah abad retorika. Jago-jago pidato muncul di pesta Olimpiade, di gedung
perwakilan dan pengadilan. Bila mereka bertanding, orang-orang Athena
berdatangan dari tempat-tempat jauh; dan menikmati "adu pidato"
seperti menikmati pertandingan tinju. Kita hanya akan menyebutkan dua tokoh
saja sebagai contoh: Demosthenes dan Isocrates.
Berbeda dengan Gorgias, Demosthenes
mengembangkan gaya bicara yang tidak berbunga-bunga, tetapi jelas dan keras.
Dengan cerdik, ia menggabungkan narasi dan argumentasi. Ia juga amat
memperhatikan cara penyampaian (delivery). Menurut Will Durant, "ia
meletakkan rahasia pidato pada akting (hypocrisis). Berdasarkan keyakinan ini,
ia berlatih pidato dengan sabar. Ia mengulang-ulangnya di depan cermin. Ia
membuat gua, dan berbulan-bulan tinggal di sana, berlatih dengan diam-diam.
Pada masa-masa ini, ia mencukur rambutnya sebelah, supaya ia tidak berani
keluar dari persembunyiannya. Di mimbar, ia melengkungkan tubuhnya, bergerak
berputar, meletakkan tangan di atas dahinya seperti berpikir, dan seringkali
mengeraskan suaranya seperti menjerit.
Demosthenes pernah diusulkan untuk
diberi mahkota atas jasa-jasanya kepada negara dan atas kenegarawanannya. Aeschines,
orator lainnya, menentang pemberian mahkota dan memandangnya tidak
konstitusional. Di depan Mahkamah yang terdiri dari ratusan anggota juri, ia
melancarkan kecamannya kepada Demosthenes. Pada gilirannya, Demosthenes
menyerang Aeschines dalam pidatonya yang terkenal Perihal Mahkota. Dewan
juri memihak Demosthenes dan menuntut Aeschines untuk membayar denda. Aeschines
lari ke Rhodes dan hidup dari kursus retorika yang tidak begitu laku. Konon,
Demosthenes mengirimkan uang kepadanya untuk membebaskannya dari kemiskinan.
Persaudaraan karena profesi!
Duel antara dua orator itu telah
dikaji sepanjang sejarah. Inilah buah pendidikan yang dirintis oleh kaum
Sophis. Tetapi ini juga yang membentuk citra negatif tentang kaum Sophis.
Seorang tokoh yang berusaha mengembangkan retorika dengan menyingkirkan
Sophisme negatif adalah Isocrates. Isocrates percaya bahwa retorika dapat
meningkatkan kualitas masyarakat; bahwa retorika tidak boleh dipisahkan dari
politik dan sastra. Tetapi ia menganggap tidak semua orang boleh diberi
pelajaran ini. Retorika menjadi sebuah pelajaran elit, hanya untuk mereka yang
berbakat.
Ia mendirikan sekolah retorika yang
paling berhasil tahun 391 SM. Ia mendidik muridnya menggunakan kata-kata dalam
susunan yang jernih tetapi tidak berlebih-lebihan, dalam rentetan anak kalimat
yang seimbang dengan pergeseran suara dan gagasan yang lancar. Karena ia tidak
mempunyai suara yang baik dan keberanian untuk tampil, ia hanya menuliskan
pidatonya. Ia menulis risalah-risalah pendek dan menyebarkannya. Sampai
sekarang risalah-risalah ini dianggap warisan prosa Yunani yang menakjubkan.
Gaya bahasa Isocrates telah mengilhami tokoh-tokoh retorika sepanjang zaman:
Cicero, Milton, Massillon, Jeremy Taylor, dan Edmund Burke.
Salah satu risalah yang ditulisnya
mengkritik kaum Sophis. Risalah ini ikut membantu berkembangnya kebencian
kepada kaum Sophis. Di samping itu, kaum Sophis kebanyakan para pendatang asing
di Athena. Orang selalu mencurigai yang dibawa orang asing. Apalagi mereka
mengaku mengajarkan kebijaksanaan dengan menuntut bayaran. Yang tidak sanggup
membayar tentu saja melepaskan kekecewaannya dengan mengecam mereka.
Socrates, misalnya, hanya sanggup
membayar satu drachma untuk kursus yang diberikan Prodicus. Karena itu, ia
hanya memperoleh dasar-dasar bahasa yang sangat rendah saja. Socrates
mengkritik kaum Sophis sebagai para prostitut. Orang yang menjual kecantikan
untuk memperoleh uang, kata Socrates, adalah prostitut. Begitu juga, orang yang
menjual kebijaksanaan. Murid Socrates yang menerima pendapat gurunya tentang
Sophisme adalah Plato.
Plato menjadikan Gorgias dan
Socrates sebagai contoh retorika yang palsu dan retorika yang benar, atau
retorika yang berdasarkan pada Sophisme dan retorika yang berdasarkan pada
filsafat. Sophisme mengajarkan kebenaran yang relatif. Filsafat membawa orang
kepada pengetahuan yang sejati. Ketika merumuskan retorika yang benar - yang
membawa orang kepada hakikat - Plato membahas organisasi, gaya, dan penyampaian
pesan. Dalam karyanya, Dialog, Plato menganjurkan para pembicara untuk
mengenal "jiwa" pendengarnya. Dengan demikian, Plato meletakkan
dasar-dasar retorika ilmiah dan psikologi khalayak. Ia telah mengubah retorika
sebagai sekumpulan teknik (Sophisme) menjadi sebuah wacana ilmiah.
Aristoteles, murid Plato yang paling
cerdas melanjutkan kajian retorika ilmiah. Ia menulis tiga jilid buku yang
berjudul De Arte Rhetorica.
Dari Aristoteles dan ahli retorika
klasik, kita memperoleh lima tahap penyusunan pidato: terkenal sebagai Lima
Hukum Retorika (The Five Canons of Rhetoric).
Inventio (penemuan). Pada tahap ini, pembicara menggali
topik dan meneliti khalayak untuk mengetahui metode persuasi yang paling tepat.
Bagi Aristoteles, retorika tidak lain daripada "kemampuan untuk
menentukan, dalam kejadian tertentu dan situasi tertentu, metode persuasi yang
ada". Dalam tahap ini juga, pembicara merumuskan tujuan dan mengumpulkan
bahan (argumen) yang sesuai dengan kebutuhan khalayak.
Aristoteles menyebut tiga cara untuk
mempengaruhi manusia. Pertama, Anda harus sanggup menunjukkan kepada
khalayak bahwa Anda memiliki pengetahuan yang luas, kepribadian yang
terpercaya, dan status yang terhormat (ethos). Kedua, Anda harus
Menyentuh hati khalayak perasaan, emosi, harapan, kebencian dan kasih sayang
mereka (pathos). Kelak, para ahli retorika modern menyebutnya imbauan emotional
(emotional appeals). Ketiga, Anda Meyakinkan khalayak dengan mengajukan
bukti atau yang kelihatan sebagai bukti. Di sini Anda mendekati khalayak lewat
otaknya (logos).
Di samping ethos, pathos, dan
logos, Aristoteles menyebutkan dua cara lagi yang efektif untuk mempengaruhi
pendengar: entimem dan contoh. Entimem (Bahasa Yunani: "en" di
dalam dan "thymos" pikiran) adalah sejenis silogisme yang tidak
lengkap, tidak untuk menghasilkan pembuktian ilmiah, tetapi untuk menimbulkan
keyakinan. Disebut tidak lengkap, karena sebagian premis dihilangkan.
Sebagaimana Anda ketahui, silogisme
terdiri atas tiga premis: mayor, minor, dan kesimpulan. Semua manusia
mempunyai perasaan iba kepada orang yang menderita (mayor). Anda manusia
(minor). Tentu Anda pun mempunyai perasaan yang sama (kesimpulan). Ketika saya
ingin mempengaruhi Anda untuk mengasihi orang-orang yang menderita, saya
berkata, "Kasihanilah mereka. Sebagai manusia, Anda pasti mempunyai
perasaan iba kepada orang yang menderita ". Ucapan yang ditulis miring
menunjukkan silogisme, yang premis mayornya dihilangkan.
Di samping entimem, contoh adalah
cara lainnya. Dengan mengemukakan beberapa contoh, secara induktif Anda
membuat kesimpulan umum. Sembilan dari sepuluh bintang film menggunakan sabun
Lnx. Jadi, sabun Lux adalah sabun para bintang fihn.
Dispositio (penyusunan). Pada tahap ini, pembicara menyusun
pidato atau mengorganisasikan pesan. Aristoteles menyebutnya taxis, yang
berarti pembagian. Pesan harus dibagi ke dalam beberapa bagian yang berkaitan
secara logis. Susunan berikut ini mengikuti kebiasaan berpikir manusia:
pengantar, pernyataan, argumen, dan epilog. Menurut Aristoteles, pengantar
berfungsi menarik perhatian, menumbuhkan kredibilitas (ethos), dan menjelaskan
tujuan.
Elocutio (gaya). Pada tahap ini, pembicara memilih
kata-kata dan menggunakan bahasa yang tepat untuk "mengemas"
pesannya. Aristoteles memberikan nasihat ini: gunakan bahasa yang tepat,
benar, dan dapat diterima; pilih kata-kata yang jelas dan langsung; sampaikan
kalimat yang indah, mulia, dan hidup; dan sesuaikan bahasa dengan pesan,
khalayak, dan pembicara.
Memoria (memori). Pada tahap ini, pembicara harus
mengingat apa yang ingin disampaikannya, dengan mengatur bahan-bahan pembicaraannya.
Aristoteles menyarankan "jembatan keledai" untuk memudahkan ingatan.
Di antara semua peninggalan retorika klasik, memori adalah yang paling kurang
mendapat perhatian para ahli retorika modern.
Pronuntiatio (penyampaian). Pada tahap ini, pembicara menyampaikan
pesannya secara lisan. Di sini, akting sangat berperan. Demosthenes
menyebutnya hypocrisis (boleh jadi dari sini muncul kata hipokrit).
Pembicara harus memperhatikan olah suara (vocis) dan gerakangerakan,anggota
badan (gestus moderatio cum venustate).
RETORIKA ZAMAN ROMAWI
Teori retorika Aristoteles sangat
sistematis dan komprehensif. Pada satu sisi, retorika telah memperoleh dasar
teoretis yang kokoh. Namun, pada sisi lain, uraiannya yang lengkap dan
persuasif telah membungkam para ahli retorika yang datang sesudahnya. Orang-orang
Romawi selama dua ratus tahun setelah De Arte Rhetorica tidak
menambahkan apa-apa yang berarti bagi perkembangan retorika.
Buku Ad Herrenium, yang
ditulis dalam bahasa Latin kira-kira 100 SM, hanya mensistematisasikan dengan
cara Romawi warisan retorika gaya Yunani. Orang-orang Romawi bahkan hanya
mengambil segi-segi praktisnya saja. Walaupun begitu, kekaisaran Romawi bukan
saja subur dengan sekolah-sekolah retorika; tetapi juga kaya dengan orator-orator
ulung: Antonius, Crassus, Rufus, Hortensius. Yang disebut terakhir terkenal
begitu piawai dalam berpidato sehingga para artis berusaha mempelajari gerakan
dan cara penyampaiannya.
Kemampuan Hortensius disempurnakan
oleh Cicero. Karena dibesarkan dalam keluarga kaya dan menikah dengan istri
yang memberinya kehormatan dan uang, Cicero muncul sebagai negarawan dan
cendekiawan. Pernah hanya dalam dua tahun (45-44 SM), ia menulis banyak buku
filsafat dan lima buah buku retorika. Dalam teori, ia tidak banyak menampilkan
penemuan baru. Ia banyak mengambil gagasan dari Isocrates. Ia percaya bahwa
efek pidato akan baik, bila yang berpidato adalah orang baik juga. The good
man speaks well. Dalam praktek, Cicero betul-betul orator yang sangat
berpengaruh.
Caesar, penguasa Romawi yang ditakuti,
memuji Cicero, "Anda telah menemukan semua khazanah retorika, dan Andalah
orang pertama yang menggunakan semuanya. Anda telah memperoleh kemenangan
yang lebih disukai dari kemenangan para jenderal. Karena sesungguhnya lebih
agung memperluas batas-batas kecerdasan manusia daripada memperluas batas-batas
kerajaan Romawi".
Kira-kira 57 buah pidatonya sampai
kepada kita sekarang ini. Will Durant menyimpulkan kepada kita gaya pidatonya:
Pidatonya
mempunyai kelebihan dalam menyajikan secara bergelora satu sisi masalah atau karakter;
dalam menghibur khalayak dengan humor dan anekdot; dalam menyentuh kebanggaan,
prasangka, perasaan, patriotisme dan kesalehan; dalam mengungkapkan secara
keras kelemahan lawan - yang sebenarnya atau yang diberitakan, yang tersembunyi
atau yang terbuka; dalam mengalihkan perhatian secara terampil dari
pokok-pokok pembicaraan yang kurang menguntungkan; dalam memberondong
pertanyaan retoris yang sulit dijawab; dalam menghimpun serangan-serangan,
dengan kalimat-kalimat periodik yang anak-anaknya seperti cambukan dan yang
badainya membahana....
Dari tulisan-tulisannya yang sampai
sekarang bisa dibaca, kita mengetahui bahwa Cicero sangat terampil dalam
menyederhanakan pembicaraan yang sulit. Bahasa Latinnya mudah dibaca. Melalui
penanya, bahasa mengalir dengan deras tetapi indah.
Puluhan tahun sepeninggal Cicero,
Quintillianus mendirikan sekolah retorika. Ia sangat mengagumi Cicero dan
berusaha merumuskan teori-teori retorika dari pidato dan tulisannya. Apa yang
dapat kita pelajari dari Quintillianus? Banyak. Secara singkat, Will Durant
menceritakan kuliah retorika Quantillianus, yang dituliskannya dalam buku Institutio
Oratoria:
Ia
mendefinisikan retorika sebagai ilmu berbicara yang baik. Pendidikan orator
harus dimulai sebelum dia lahir: Ia sebaiknya berasal dari keluarga terdidik,
sehingga ia bisa menerima ajaran yang benar dan akhlak yang baik sejak napas
yang ia hirup pertama kalinya. Tidak mungkin menjadi terpelajar dan terhormat
hanya dalam satu generasi. Calon orator harus mempelajari musik supaya ia
mempunyai telinga yang dapat mendengarkan harmoni; tarian, supaya ia memiliki
keanggunan dan ritma; drama, untuk menghidupkan kefasihannya dengan gerakan dan
tindakan; gimnastik, untuk memberinya kesehatan dan kekuatan; sastra, untuk
membenhik gaya dan melatih memorinya, dan memperlengkapinya dengan pemikiran-pemikiran
besar; sains, untuk memperkenalkan dia dengan pemahaman mengenai alam; dan
filsafat, untuk membentuk karakternya berdasarkan petunjuk akal dan bimbingan
orang bijak. Karena semua persiapan tidak ada manfaatnya jika integritas akhlak
dan kemuliaan rohani tidak melahirkan ketulusan bicara yang tak dapat ditolak.
Kemudian, pelajar retorika harus menulis sebanyak dan secermat mungkin.
Sebuah saran yang berlebihan. Tetapi
kita diingatkan lagi pada Cicero. The good man speaks well.
RETORIKA ABAD PERTENGAHAN
Sejak zaman Yunani sampai zaman
Romawi, retorika selalu berkaitan dengan kenegarawanan. Para orator umumnya
terlibat dalam kegiatan politik. Ada dua cara untuk memperoleh kemenangan
politik: talk it out ('membicarakan sampai tuntas) atau shoot it out (menembak
sampai habis). Retorika subur pada cara pertama, cara demokrasi. Ketika
demokrasi Romawi mengalami kemunduran, dan kaisar demi kaisar memegang
pemerintahan, "membicarakan" diganti dengan "menembak".
Retorika tersingkir ke belakang panggung. Para kaisar tidak senang mendengar
orang yang pandai berbicara.
Abad pertengahan sering disebut abad
kegelapan, juga buat retorika. Ketika agama Kristen berkuasa, retorika dianggap
sebagai kesenian jahiliah. Banyak orang Kristen waktu itu melarang mempelajari
retorika yang dirumuskan oleh orang-orang Yunani dan Romawi, para penyembah
berhala. Bila orang memeluk agama Kristen, secara otomatis ia akan memiliki
kemampuan untuk nmnyampaikan kebenaran. St. Agustinus, yang telah mempelajari
retorika sebelum masuk Kristen tahun 386, adalah kekecualian pada zaman itu.
Dalam On Christian Doctrine
(426), ia menjelaskan bahwa para pengkhotbah harus sanggup mengajar,
menggembirakan, dan menggerakkan - yang oleh Cicero disebut sebagai kewajiban
orator. Untuk mencapai tujuan Kristen, yakni mengungkapkan kebenaran, kita
harus mempelajari teknik penyampaian pesan.
Satu abad kemudian, di Timur muncul
peradaban baru. Seorang Nabi menyampaikan firman Tuhan, "Berilah mereka
nasihat dan berbicaralah kepada mereka dengan pembicaraan yang menyentuh jiwa
mereka" (Alquran 4:63). Muhammad saw. bersabda, memperteguh firman
Tuhan ini, "Sesungguhnya dalam kemampuan berbicara yang baik itu ada
sihirnya".
Ia sendiri seorang pembicara yang
fasih - dengan kata-kata singkat yang mengandung makna padat. Para
sahabatnya bercerita bahwa ucapannya sering menyebabkan pendengar berguncang
hatinya dan berlinang air matanya. Tetapi ia tidak hanya menyentuh hati, ia
juga mengimbau akal para pendengarnya. Ia sangat memperhatikan orang-orang
yang dihadapinya, dan menyesuaikan pesannya dengan keadaan mereka. Ada ulama
yang mengumpulkan khusus pidatonya dan menamainya Madinat al-Balaghah (Kota
Balaghah). Salah seorang sahabat yang paling dikasihinya, Ali bin Abi Thalib,
mewarisi ilmunya dalam berbicara. Seperti dilukiskan Thomas Carlyle, "every
antagonist in the combats of tongue or of sword was subdited by his eloquence
and valor". Pada Ali bin Abi Thalib, kefasihan dan kenegarawanan
bergabung kembali. Khotbah-khotbahnya dikumpulkan dengan cermat oleh para pengikutnya
dan diberi judul Nahj al-Balaghah (Jalan Balaghah).
Balaghah menjadi disiplin ilmu yang
menduduki status yang mulia dalam peradaban Islam. Kaum Muslim menggunakan
balaghah sebagai pengganti retorika. Tetapi, warisan retorika Yunani, yang
dicampakkan di Eropa Abad Pertengahan, dikaji dengan tekun oleh para ahli balaghah.
Sayang, sangat kurang sekali studi berkenaan dengan kontribusi Balaghah pada
retorika modern. Balaghah, beserta ma'ani dan bayan, masih
tersembunyi di pesantren-pesantren dan lembaga-lembaga pendidikan Islam
tradisional.
RETORIKA MODERN
Abad Pertengahan berlangsung selama
seribu tahun (400-1400). Di Eropa, selama periode panjang itu, warisan
peradaban Yunani diabaikan. Pertemuan orang Eropa dengan Islam - yang
menyimpan dan mengembangkan khazanah Yunani - dalam Perang Salib menimbulkan
Renaissance. Salah seorang pemikir Renaissance yang menarik kembali minat orang
pada retorika adalah Peter Ramus. Ia membagi retorika pada dua bagian. Inventio
dan dispositio dimasukkannya sebagai bagian logika. Sedangkan
retorika hanyalah berkenaan dengan elocutio dan pronuntiatio saja.
Taksonomi Ramus berlangsung selama beberapa generasi.
Renaissance mengantarkan kita kepada
retorika modern. Yang membangun jembatan, menghubungkan Renaissance dengan
retorika modern adalah Roger Bacon (1214-1219). Ia bukan saja memperkenalkan
metode eksperimental, tetapi juga pentingnya pengetahuan tentang proses
psikologis dalam studi retorika. Ia menyatakan, "... kewajiban retorika
ialah menggunakan rasio dan imajinasi untuk menggerakkan kemauan secara lebih
baik". Rasio, imajinasi, kemauan adalah fakultas-fakultas psikologis yang
kelak menjadi kajian utama ahli retorika modern.
Aliran pertama retorika dalam masa
modern, yang menekankan proses psikologis, dikenal sebagai aliran
epistemologis. Epistemologi membahas "teori pengetahuan";
asal-usul, sifat, metode, dan batas-batas pengetahuan manusia. Para pemikir
epistemologis berusaha mengkaji retorika klasik dalam sorotan perkembangan
psikologi kognitif (yakni, yang membahas proses mental).
George Campbell (1719-1796), dalam
bukunya The Philosophy of Rhetoric, menelaah tulisan Aristoteles,
Cicero, dan Quintillianus dengan pendekatan psikologi fakultas (bukan fakultas
psikologi). Psikologi fakultas berusaha menjelaskan sebab-musabab perilaku
manusia pada empat fakultas - atau kemampuan jiwa manusia: pemahaman, memori,
imajinasi, perasaan, dan kemauan. Retorika, menurut definisi Campbell, haruslah
diarahkan kepada upaya "mencerahkan pemahaman, menyenangkan imajinasi,
menggerakkan perasaan, dan mempengaruhi kemauan".
Richard Whately mengembangkan
retorika yang dirintis Campbell. Ia mendasarkan teori retorikanya juga pada
psikologi fakultas. Hanya saja ia menekankan argumentasi sebagai fokus
retorika. Retorika harus mengajarkan bagaimana mencari argumentasi yang tepat
dan mengorganisasikannya secara baik. Baik Whately maupun Campbell menekankan
pentingnya menelaah proses berpikir khalayak. Karena itu, retorika yang
berorientasi pada khalayak (audience-centered) berutang budi pada kaum
epistemologis - aliran pertama retorika modern.
Aliran retorika modern kedua dikenal
sebagai gerakan belles lettres (Bahasa Prancis: tulisan yang indah).
Retorika belletris sangat mengutamakan keindahan bahasa, segi-segi estetis
pesan, kadang-kadang dengan mengabaikan segi informatifnya. Hugh Blair
(1718-1800) menulis Lectures on Rhetoric and Belles Lettres. Di sini ia
menjelaskan hubungan antara retorika, sastra, dan kritik. Ia memperkenalkan
fakultas citarasa (taste), yaitu kemampuan untuk memperoleh kenikmatan dari
pertemuan dengan apa pun yang indah. Karena memiliki fakultas citarasa, Anda
senang mendengarkan musik yang indah, membaca tulisan yang indah, melihat
pemandangan yang indah, atau mencamkan pidato yang indah. Citarasa, kata Blair,
mencapai kesempurnaan ketika kenikmatan inderawi dipadukan dengan rasio -
ketika rasio dapat menjelaskan sumber-sumber kenikmatan.
Aliran pertama (epistemologi) dan
kedua (belles lettres) terutama memusatkan perhatian mereka pada persiapan
pidato - pada penyusunan pesan dan penggunaan bahasa. Aliran ketiga - disebut gerakan
elokusionis - justru menekankan teknik penyampaian pidato. Gilbert Austin,
misalnya memberikan petunjuk praktis penyampaian pidato, "Pembicara tidak
boleh melihat melantur. Ia harus mengarahkan matanya langsung kepada
pendengar, dan menjaga ketenangannya. Ia tidak boleh segera melepaskan seluruh
suaranya, tetapi mulailah dengan nada yang paling rendah, dan mengeluarkan
suaranya sedikit saja; jika ia ingin mendiamkan gumaman orang dan mencengkeram
perhatian mereka". James Burgh, misal yang lain, menjelaskan 71 emosi dan
cara mengungkapkannya.
Dalam perkembangan, gerakan
elokusionis dikritik karena perhatian - dan kesetiaan - yang berlebihan pada
teknik. Ketika mengikuti kaum elokusionis, pembicara tidak lagi berbicara dan
bergerak secara spontan. Gerakannya menjadi artifisial. Walaupun begitu, kaum
elokusionis telah berjaya dalam melakukan penelitian empiris sebelum merumuskan
"resep-resep" penyampaian pidato. Retorika kini tidak lagi ilmu
berdasarkan semata-mata "otak-atik otak" atau hasil perenungan
rasional saja. Retorika, seperti disiplin yang lain, dirumuskan dari hasil
penelitian empiris.
Pada abad kedua puluh, retorika
mengambil manfaat dari perkembangan ilmu pengetahuan modern - khususnya
ilmu-ilmu perilaku seperti psikologi dan sosiologi. Istilah retorika pun mulai
digeser oleh speech, speech communication, atau oral communication, atau
public speaking. Di bawah ini diperkenalkan sebagian dari tokoh-tokoh
retorika mutakhir:
1. James A Winans
Ia adalah perintis penggunaan
psikologi modern dalam pidatonya. Bukunya, Public Speaking, terbit tahun
1917 mempergunakan teori psikologi dari William James dan E.B. Tichener.
Sesuai dengan teori James bahwa tindakan ditentukan oleh perhatian, Winans, mendefinisikan
persuasi sebagai "proses menumbuhkan perhatian yang memadai baik dan tidak
terbagi terhadap proposisi-proposisi". Ia menerangkan pentingnya
membangkitkan emosi melalui motif-motif psikologis seperti kepentingan pribadi,
kewajiban sosial dan kewajiban agama. Cara berpidato yang bersifat percakapan
(conversation) dan teknik-teknik penyampaian pidato merupakan pembahasan yang
amat berharga. Winans adalah pendiri Speech Communication Association of
America (1950).
2. Charles Henry Woolbert
Ia pun termasuk pendiri the
Speech Communication Association of America. Kali ini psikologi yang amat
mempengaruhinya adalah behaviorisme dari John B. Watson. Tidak heran kalau
Woolbert memandang "Speech Communication" sebagai ilmu tingkah laku.
Baginya, proses penyusunan pidato adalah kegiatan seluruh organisme. Pidato
merupakan ungkapan kepribadian. Logika adalah dasar utama persuasi. Dalam
penyusunan persiapan pidato, menurut Woolbert harus diperhatikan hal-hal
berikut: (1) teliti tujuannya, (2) ketahui khalayak dan situasinya, (3)
tentukan proposisi yang cocok dengan khalayak dan situasi tersebut, (4) pilih
kalimat-kalimat yang dipertalikan secara logis. Bukunya yang terkenal adalah The
Fundamental of Speech.
3. William Noorwood Brigance
Berbeda dengan Woolbert yang
menitikberatkan logika, Brigance menekankan faktor keinginan (desire) sebagai
dasar persuasi. "Keyakinan", ujar Brigance, "jarang merupakan
hasil pemikiran. Kita cenderung mempercayai apa yang membangkitkan keinginan
kita, ketakutan kita dan emosi kita". Persuasi meliputi empat unsur: (1)
rebut perhatian pendengar, (2) usahakan pendengar untuk mempercayai kemampuan
dan karakter Anda, (3) dasarkanlah pemikiran pada keinginan, dan (4) kembangkan
setiap gagasan sesuai dengan sikap pendengar.
4. Alan H. Monroe
Bukunya, Principles and Types of
Speech, banyak kita pergunakan dalam buku ini. Dimulai pada pertengahan
tahun 20-an Monroe beserta stafnya meneliti proses motivasi (motivating
process). Jasa, Monroe yang terbesar adalah cara organisasi pesan. Menurut
Monroe, pesan harus disusun berdasarkan proses berpikir manusia yang disebutnya
motivated sequence.
Beberapa sarjana retorika modern
lainnya yang patut kita sebut antara lain A.E. Philips (Effective Speaking,
1908), Brembeck dan Howell (Persuasion: A Means of Social Control, 1952),
R.T. Oliver (Psychology of Persuasive Speech, 1942). Di Jerman, selain
tokoh "notorious" Hitler, dengan bukunya Mein Kampf, maka
Naumann (Die Kunst der Rede, 1941), Dessoir (Die Rede als Kunst, 1984)
dan Damachke (Volkstumliche Redekunst, 1918) adalah pelopor retorika
modern juga.
Dewasa ini retorika sebagai public
speaking, oral communication, atau speech communication -diajarkan
dan diteliti secara ilmiah di lingkungan akademis. Pada waktu mendatang, ilmu
ini tampaknya akan diberikan juga pada mahasiswa-mahasiswa di luar ilmu sosial.
Dr. Charles Hurst mengadakan penelitian tentang pengaruh speech courses terhadap
prestasi akademis mahasiswa. Hasilnya membuktikan bahwa pengaruh itu cukup
berarti. Mahasiswa yang memperoleh pelajaran speech (speech group)
mendapat skor yang lebih tinggi dalam tes belajar dan berpikir, lebih
terampil dalam studi dan lebih baik dalam hasil akademisnya dibanding dengan
mahasiswa yang tidak memperoleh ajaran itu.
Hurst menyimpulkan:
Data
penelitian ini menunjukkan dengan jelas bahwa kuliah speech tingkat
dasar adalah agen synthesa, yang memberikan dasar skematis bagi
mahasiswa untuk berpikir lebih teratur dan memperoleh penguasaan yang lebih
baik terhadap aneka fenomena yang membentuk kepribadian.
Penelitian ini menjadi penting bagi
kita, bukan karena dilengkapi dengan data statistik yang meyakinkan atau karena
berhasil memberikan gelar doktor bagi Hurst, tetapi karena erat kaitannya
dengan prospek retorika di masa depan
Rujukan
Penuh : Rakhmat, Jalaluddin. 2006. Retorika Modern Pendekatan Praktis.
Bandung: Penerbit PT. Remaja Rosda Karya
Peta
Peta
Dari
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Peta dunia
oleh Yohanes
Kepler
Peta adalah gambaran permukaan bumi pada
bidang datar dengan skala tertentu melalui suatu sistem proyeksi. Peta bisa
disajikan dalam berbagai cara yang berbeda, mulai dari peta konvensional yang
tercetak hingga peta digital yang tampil di layar komputer. Istilah peta
berasal dari bahasa Yunani mappa yang berarti taplak atau kain penutup
meja. Namun secara umum pengertian peta adalah lembaran seluruh atau sebagian
permukaan bumi pada bidang datar yang diperkecil dengan menggunakan skala
tertentu.Sebuah peta adalah representasi dua dimensi dari suatu ruang
tiga dimensi. Ilmu yang mempelajari pembuatan peta disebut kartografi. Banyak peta mempunyai skala, yang menentukan seberapa besar objek pada peta dalam
keadaan yang sebenarnya. Kumpulan dari beberapa peta disebut atlas.
Daftar isi
|
Syarat-syarat
- Konform, yaitu bentuk dari sebuah peta yang digambar serta harus sebangun dengan keadaan asli atau sebenarnya di wilayah asal atau di lapangan.
- Ekuidistan, yaitu jarak di peta jika dikalikan dengan skala yang telah di tentukan sesuai dengan jarak di lapangan.
- Ekuivalen, yaitu daerah atau bidang yang digambar di peta setalah dihitung dengan skalanya, akan sama dengan keadaan yang ada di lapangan.[1]
Fungsi
- Menyeleksi data
- Memperlihatkan ukuran
- Menunjukkan lokasi relatif
- Memperlihatkan bentuk
Unsur-unsur
Peta
merupakan alat bantu dalam menyampaikan suatu informasi keruangan. Berdasarkan
fungsi tersebut maka sebuah peta hendaknya dilengkapi dengan berbagai macam
komponen/unsur kelengkapan yan bertujuan untuk mempermudah pengguna dalam
membaca/menggunakan peta. Beberapa komponen kelengkapan peta yang secara umum
banyak ditemukan pada peta misalnya adalah:
- Judul
Mencerminkan
isi sekaligus tipe peta. Penulisan judul biasanya di bagian atas tengah, atas
kanan, atau bawah. Walaupun demikian, sedapat mungkin diletakkan di kanan atas.
- Legenda
Legenda
adalah keterangan dari simbol-simbol yang merupakan kunci untuk memahami peta.
- Orientasi/tanda arah
Pada
umumnya, arah utara ditunjukkan oleh tanda panah ke arah atas peta. Letaknya di
tempat yang sesuai jika ada garis lintang dan bujur, koordinat dapat sebagai
petunjuk arah.
- Skala
Skala adalah
perbandingan jarak pada peta dengan jarak sesungguhnya di lapangan. Skala
ditulis di bawah judul peta, di luar garis tepi, atau di bawah legenda. Skala
dibagi menjadi 3, yaitu:
- Skala angka. Misalnya 1:2.500.000, artinya setiap 1 satuan jarak dalam peta sama dengan 2.500.000 satuan jarak dalam di lapangan.
- Skala garis. Skala ini dibuat dalam bentuk garis horizontal yang memiliki panjang tertentu dan tiap ruas berukuran 1 cm atau lebih untuk mewakili jarak tertentu yang diinginkan oleh pembuat peta.
- Skala verbal, yakni skala yang ditulis dengan kata-kata.
- Simbol
Peta Simbol
peta adalah tanda atau gambar yang mewakili kenampakan yang ada permukaan bumi
yang terdapat pada peta kenampakannya, jenis-jenis simbol peta antara lain:
- Simbol titik, digunakan untuk menyajikan tempat atau data posisional
- Simbol garis, digunakan untuk menyajikan data yang berhubungan dengan jarak
- Simbol area, digunakan untuk mewakili suatu area tertentu dengan simbol yang mencakup area tertentu
- Simbol aliran, digunakan untuk menyatakan alur atau gerak.
- Simbol batang, digunakan untuk menyatakan suatu harga/dibandingkan dengan harga/nilai lainnya.
- Simbol lingkaran, digunakan untuk menyatakan kuantitas (jumlah) dalam bentuk prosentase.
- Simbol bola, digunakan untuk menyatakan volume, makin besar simbol bola menunjukkan volume semakin besar dan sebaliknya makin kecil simbol bola berarti volume semakin kecil.
- Warna Peta
Warna peta
digunakan untuk membedakan kenampakan atau objek di permukaan bumi, memberi
kualitas atau kuantitas simbol di peta, dan untuk keperluan estetika peta.
Warna simbol dalam peta terdiri dari 8 warna, yaitu:
·
- Warna hijau
Warna hijau
menunjukkan suatu daerah yang memiliki ketinggian kurang dari 200 m. Biasanya
bentuk muka bumi yang terdapat pada ketinggian < 200 m didominasi olah
dataran rendah. Dataran rendah di Jawa terdapat di sepanjang pantai utara dan
pantai selatan.
·
- Warna hijau muda
Warna hijau
muda menunjukkan suatu daerah yang memiliki ketinggian antara 200-400 m di atas
permukaan laut. Bentuk muka bumi yang ada di daerah ini berupa daerah yang
landai dengan disertai bentuk-bentuk muka bumi bergelombang dan bukit.
Penyebaran bentuk muka ini hampir menyeluruh di atas dataran rendah
·
- Warna kuning
Warna kuning
menunjukkan suatu daerah yang memiliki ketinggian antara 500-1000 m di atas
permukaan laut. Bentuk muka bumi yang ada di daerah ini didominasi oleh dataran
tinggi dan perbukitan dan pegunungan rendah. Penyebaran dari bentuk muka bumi
ini berada di bagian tepi-tengah dari Provinsi Jawa Tengah dan paling luas di
sebelah tenggara Kabupaten Sukoharjo.
·
- Warna cokelat muda
Warna
cokelat muda menunjukkan daerah yang mempunyai ketinggian antara 1000-1500 m di
atas permukaan air laut. Bentuk muka bumi yang dominan di daerah ini berupa
pegunungan sedang disertai gunung-gunung yang rendah. Penyebaran dari bentuk
muka ini berada di bagian tengah dari Jawa Tengah, seperti di sekitar Bumiayu,
Banjarnegara, Temanggung, Wonosobo. Salatiga dan Tawangmangu.
·
- Warna cokelat
Warna cokelat
menunjukkan daerah yang mempunyai ketinggian lebih dari 1500 m di atas
permukaan air laut. Bentuk muka bumi di daerah ini didominasi oleh
gunung-gunung yang relatif tinggi. Penyebaran dari gunung-gunung tersebut
sebagian besar di bagian tengah dari Jawa Tengah.
·
- Warna biru keputihan
Warna biru
menunjukkan warna kenampakan perairan. Warna biru keputihan menunjukkan wilayah
perairan yang kedalamannya kurang dari 200 m. Bentuk muka bumi dasar laut di
wilayah ini didominasi oleh bentuk lereng yang relatif landai. Zona di wilayah
ini disebut dengan zona neritik. Penyebaran dari zona ini ada di sekitar
pantai. Di wilayah perairan darat warna ini menunjukkan danau atau rawa. Di
Wonogiri terdapat Waduk Gajahmungkur, di Bawen terdapat Rawapening, di sekitar
Kebumen terdapat waduk Wadaslinang dan Sempor dan masih ada beberapa waduk
kecil lainnya.
·
- Warna biru muda
Warna biru
muda menunjukkan wilayah perairan laut yang mempunyai kedalaman antara 200-2000
m. Bentuk muka bumi dasar laut di wilayah ini didominasi oleh bentukan lereng
yang relatif terjal. Wilayah ini merupakan kelanjutan dari zona neritik. Namun
wilayah ini tidak tergambar dalam peta umum.
·
- Warna biru tua
Warna biru
tua menunjukkan wilayah perairan laut dengan kedalaman lebih dari 2000 m.
Bentuk muka bumi dasar laut di sekitar Pulau Bali pada kedalaman > 2000 m
sulit untuk diketahui dan tidak bisa diinterprestasikan dari peta. Namun
biasanya bentuk muka bumi pada laut dalam dapat berupa dataran, lubuk laut,
drempel dan palung laut. Bentuk muka bumi seperti ini juga tidak tergambar
dalam peta umum.
- Tipe Huruf (Lettering)
Lettering
berfungsi untuk mempertebal arti dari simbol-simbol yang ada. Macam penggunaan
letering:
- Obyek Hipsografi ditulis dengan huruf tegak, contoh: Surakarta
- Obyek Hidrografi ditulis dengan huruf miring, contoh: Laut Jawa
- Garis Astronomis
Garis
astronomis terdiri atas garis lintang dan garis bujur yang digunakan untuk
menunjukkan letak suatu tempat atau wilayah yang dibentuk secara berlawanan
arah satu sama lain sehingga membentuk vektor yang menunjukan letak astronomis.
- Inset
Inset adalah
peta kecil yang disisipkan di peta utama. Macam-macam inset antara lain:
- Inset penunjuk lokasi, berfungsi menunjukkan letak daerah yang belum dikenali
- Inset penjelas, berfungsi untuk memperbesar daerah yang dianggap penting
- Inset penyambung, berfungsi untuk menyambung daerah yang terpotong di peta utama
- Garis Tepi Peta Garis tepi peta merupakan garis untuk membatasi ruang peta dan untuk meletakkan garis astronomis, secara beraturan dan benar pada peta.
- Sumber dan Tahun Pembuatan
Sumber peta
adalah referensi dari mana data peta diperoleh.
Jenis
Peta
dikelompokan menjadi 5 bagian, yaitu:
Berdasarkan Isi Data yang Disajikan
- Peta umum, yakni peta yang menggambarkan kenampakan bumi, baik fenomena alam atau budaya. Peta umum dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
- Peta topografi, yaitu peta yang menggambarkan permukaan bumi lengkap dengan reliefnya. Penggambaran relief permukaan bumi ke dalam peta digambar dalam bentuk garis kontur. Garis kontur adalah garis pada peta yang menghubungkan tempat-tempat yang mempunyai ketinggian yang sama.
- Peta korografi, yaitu peta yang menggambarkan seluruh atau sebagian permukaan bumi yang bersifat umum, dan biasanya berskala sedang. Contoh peta korografi adalah atlas.
- Peta dunia atau geografi, yaitu peta umum yang berskala sangat kecil dengan cakupan wilayah yang sangat luas.
- Peta khusus (peta tematik), yaitu peta yang menggambarkan informasi dengan tema tertentu/khusus. Misalnya, peta politik, peta geologi, peta penggunaan lahan, peta persebaran objek wisata, peta kepadatan penduduk, dan sebagainya.
Peta Berdasarkan Sumber Datanya
- Peta turunan (Derived Map)yaitu peta yang dibuat berdasarkan pada acuan peta yang sudah ada, sehingga tidak memerlukan survei langsung ke lapangan.
- Peta induk yaitu peta yang dihasilkan dari survei langsung di lapangan.
Peta berdasarkan skala
- Peta kadaster (sangat besar) adalah peta yang berskala > 1: 100 sampai > 1: 5000. Contoh: Peta pertanahan, Peta Pertambangan
- Peta besar adalah peta yang berskala > 1: 5000 sampai > 1: 250.000. Contoh: peta kecamatan/kabupaten
- Peta sedang adalah peta yang berskala > 1: 250.000 sampai > 1: 500.000. Contoh: peta provinsi
- Peta kecil adalah peta yang berskala > 1: 500.000 sampai > 1: 1.000.000. Contoh: peta negara
- Peta geografis (sangat kecil) adalah peta yang berskala > 1: 1.000.000 ke bawah. Contoh: Peta benua/dunia
Peta berdasarkan bentuk
- Peta datar atau peta dua dimensi, atau peta biasa, atau peta planimetri yaitu peta yang berbentuk datar dan pembuatannya pada bidang datar seperti kain. Peta ini digambarkan menggunakan perbedaan warna atau simbol dan lainnya.
- Peta timbul atau peta tiga dimensi atau peta stereometri, yaitu peta yang dibuat hampir sama dan bahkan sama dengan keadaan sebenarnya di muka bumi. Pembuatan peta timbul dengan menggunakan bayangan 3 dimensi sehingga bentuk–bentuk muka bumi tampak seperti aslinya.
- Peta digital, merupakan peta hasil pengolahan data digital yang tersimpan dalam komputer. Peta ini dapat disimpan dalam disket atau CD-ROM. Contoh: citra satelit, foto udara.
- Peta garis, yaitu peta yang menyajikan data alam dan kenampakan buatan manusia dalam bentuk titik, garis, dan luasan.
- Peta foto, yaitu peta yang dihasilkan dari mozaik foto udara yang dilengkapi dengan garis kontur, nama, dan legenda.
Peta berdasarkan tingkat kedetailan
- Peta detail, peta yang skalanya > 1:25.000
- Peta semi detail, peta yang skalanya > 1:50.000
- Peta tinjau, peta yang skalanya > 1:250.000
Langganan:
Postingan (Atom)