Kota Abu-abu
Karya:
Iklima Syafitri
Mentari biasanya antusias untuk
menampakkan senyumnya yang bersahabat. Burung-burung bergembira dalam madahnya
diranting pepohonan yang hijau dan bernafaskan oksigen segar. Namun, 3 bulan di
penghujung tahun 2015 lalu membuat kotaku seperti kota abu-abu. Aku sengaja
menyebutnya dengan kota abu-abu karena persis dengan keadaan yang terjadi pada
tahun lalu. Semua benda disetiap sudut bahkan yang tak terjamah sekalipun tlah
berubah menjadi kelabu seakan tak berwarna karena tertutup asap yang kian
membuat sesak rongga dada yang rapuh.
Mentari kini tak bersahabat,
burung-burung mulai meringkuk di ranting pepohonan, bahkan langit selalu
menampakkan wajah murungnya di setiap hari yang kulalui. Keseharianku adalah
menempuh pendidikan. Ya, aku menduduki bangku Sekolah Menengah Kejuruan yang
biasa disingkat (SMK) kelas X di salah satu SMK swasta di Pekanbaru tentunya.
Kejadian yang menimpa Kotaku ini bernarasi pada tahun lalu. Semua terasa begitu
sesak memadati rongga dada setiap makhluk di muka bumi. Muka bumi..?? ha,
bukan! sebagian dari itu, khususnya di Pekanbaru. Aktivitas semua orang yang
biasanya bergelut dengan dunia luar terasa terhambat, mulai dari kerja
kantoran, anak sekolahan, buruh lepas, dan sebagainya yang berhubungan dengan
kerja di luar rumah. Asap-asap yang semakin menampakan dandanan menornya
berkulit kelabu dan membuat suram kotaku tercinta. Bahkan sekolah-sekolah
disetiap minggunya selalu diliburkan untuk mengantisipasi siswanya agar tidak
terlalu berdampak buruk terhadap kesehatan mereka.
Libur asap telah usai, namun asap di
negeri ini belum juga usai. Saatnya kembali menempuh pendidikan seperti biasa
di sekolah. Setiap pergi ke sekolah, aku selalu memperhatikan kotaku yang penuh
dengan asap ini. Mulai dari langit, jalanan, bahkan gedung-gedung pencakar
langit seperti negeri dongeng (ya, begitulah jika dideskripsikan singkatnya).
Semua kelabu tanpa torehan tinta warna sekalipun. Banyak kutemukan ninja-ninja
saat itu, bahkan ninja itu sendiri adalah aku salah satunya (senyum simpul
dalam hati). Di setiap sudut jalan berjejer para penjual masker dengan berbagai
pilihan yang beragam. Mulai dari harga Rp 25.000 s/d harga yang terjangkau oleh
anak sekolahan yaitu Rp 5000 dan 2500. Saat itu aku juga menyempatkan untuk
membeli masker untuk mencegah kabut asap itu sendiri, karena aku pernah membaca
pepatah “lebih baik mencegah dari pada mengobati” (benar juga apa yang
disampaikan pepatah ini).
Setelah memakai masker, aku pun
segera melanjutkan perjalanan ke sekolah dengan menggunakan motor. Asap begitu
pekad mengalahkan hitamnya aspal yang hampir pudar. Jarak pandang begitu tipis
sehingga para pengguna jalan harus tetap berhati-hati agar tidak seperti
pembalap di jalanan (lebih baik pelan asal selamat). Sesampainya di sekolah aku
memarkikan motorku di tempat parkiran siswa. Aku segera turun dari motor dan
bergegas menuju koridor kelas yang nantinya akan berlangsung proses belajar di
dalam kelas yang dimulai jam 07.30,
biasanya jika tidak asap sekolah masuk pukul 07.15. Bel pun berbunyi
seperti alunan nada-nada balok dari susunan paranada yang tersusun rapi dibawa
angin (begitulah jika dideskripsikan dalam daya khayal).
Aku dan teman-teman sekelas segera
memasuki ruangan pembelajaran yang saat itu mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Udara semakin sesak menjamah rongga dada yang pengab walaupun kegiatan belajar
dihabiskan hanya di dalam ruangan saja. Dengan penuh harap aku dan seluruh yang
ada di sekolah bahkan semua makhluk hidup yang ada di kota ini khususnya ingin
segera penderitaan ini berakhir. Karena asap, maka proses belajar mengajar
tidak sepenuhnya penuhnya. Sekolahku bahkan sekolah-sekolah lainnya juga lebih
cepat memulangkan siswanya dari hari sebelum terjadi bencana asap.
Sesekali hujan buatan memberi jeda
dalam asap yang pekad. Namun, asap hanya pudar untuk sesaat dan kembali
menghantui. Sekolah-sekolah kembali diliburkan berdasarkan kebijakan dari Dinas
dan kembali pada sekolah masing-masing. Hal tersebut dilakukan untuk
mengantisipasi dari buruknya dampak asap bagi kesehatan. Semua orang diharapkan
tetap berada di rumah jika tidak ada kepentingan yang memaksa untuk keluar
rumah, jika keluar rumah diharuskan menggunakan masker, bahkan disarankan juga
agar penutup ventilasi rumah dengan kain basah agar menghambat masuknya asap ke
dalam rumah.
Lagi-lagi libur telah usai, dan
kembali masuk seperti biasa pukul 07.30 selama berlangsungnya asap. Tugas rumah
yang diberikan sebelumnya selama libur dikumpulkan untuk dinilai guru. Hal yang
sama juga dirasakan kembali, udara mulai tak bersahabat dikarenakan asap yang
mulai membentuk gumpalan-gumpalan padat dalam beberapa hari setelah hujan
buatan berlangsung. Dapat dihitung dalam jangka waktu 2 atau 3 hari saja asap
sudah mulai kembali padat. Begitulah seterusnya yang berlarut-larut dalam
kemelut yang rasanya tak akan surut. Namun, dengan ketabahan dari hati para
orang-orang di kotaku yang bersama-sama menengadahkan tangan dalam dzikir dan
doa kepada Sang Pencipta agar melenyapkan bencana asap dari kotaku ini. Mereka
semua begitu antusias walaupun rintihan isak tangis belum terjawab namun mereka
tak pernah henti untuk terus berdoa, karena mereka tahu bahwa Sang Pencipta
menguji dengan kesabaran di hati para hambanya.
Dengan ketabahan para masyarakat di
kotaku ini akhirnya kami masih dapat bersyukur dalam nikmat yang diberi karena
masih bisa merasakan segarnya kembali udara bersih seperti biasanya. Walaupun
berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama. Namun pemerintah telah berusaha
dalam menangani dampak asap tersebut dengan mengirimkan Pemadam Kebakaran serta
dengan dibuatnya hujan buatan yang dilakukan terus menerus untuk memadamkan
titik api yang ada.
Di tahun 2016 ini Aku beserta
masyarakat yang ada sudah bisa bernafas lega setelah kejadian bencana asap
tahun lalu. Semoga untuk ke depannya tidak ada lagi asap-asap yang menelan
kotaku sehingga menjadi abu-abu seperti saat itu. Selamat tinggal asap, asap
yang membuat kotaku suram tanpa warna yang kian kelabu, bahkan banyak menelan
malaikat-malaikat kecil yang kini telah tertidur tenang dalam pusara abadinya
cukup untuk tahun lalu.
Pekanbaru, 17 September 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar