Selasa, 13 Desember 2016

Antologi Cerpen I Love U Ice Cream (Ncmedia 2016)


Kota Abu-abu
Karya: Iklima Syafitri

            Mentari biasanya antusias untuk menampakkan senyumnya yang bersahabat. Burung-burung bergembira dalam madahnya diranting pepohonan yang hijau dan bernafaskan oksigen segar. Namun, 3 bulan di penghujung tahun 2015 lalu membuat kotaku seperti kota abu-abu. Aku sengaja menyebutnya dengan kota abu-abu karena persis dengan keadaan yang terjadi pada tahun lalu. Semua benda disetiap sudut bahkan yang tak terjamah sekalipun tlah berubah menjadi kelabu seakan tak berwarna karena tertutup asap yang kian membuat sesak rongga dada yang rapuh.
            Mentari kini tak bersahabat, burung-burung mulai meringkuk di ranting pepohonan, bahkan langit selalu menampakkan wajah murungnya di setiap hari yang kulalui. Keseharianku adalah menempuh pendidikan. Ya, aku menduduki bangku Sekolah Menengah Kejuruan yang biasa disingkat (SMK) kelas X di salah satu SMK swasta di Pekanbaru tentunya. Kejadian yang menimpa Kotaku ini bernarasi pada tahun lalu. Semua terasa begitu sesak memadati rongga dada setiap makhluk di muka bumi. Muka bumi..?? ha, bukan! sebagian dari itu, khususnya di Pekanbaru. Aktivitas semua orang yang biasanya bergelut dengan dunia luar terasa terhambat, mulai dari kerja kantoran, anak sekolahan, buruh lepas, dan sebagainya yang berhubungan dengan kerja di luar rumah. Asap-asap yang semakin menampakan dandanan menornya berkulit kelabu dan membuat suram kotaku tercinta. Bahkan sekolah-sekolah disetiap minggunya selalu diliburkan untuk mengantisipasi siswanya agar tidak terlalu berdampak buruk terhadap kesehatan mereka.
            Libur asap telah usai, namun asap di negeri ini belum juga usai. Saatnya kembali menempuh pendidikan seperti biasa di sekolah. Setiap pergi ke sekolah, aku selalu memperhatikan kotaku yang penuh dengan asap ini. Mulai dari langit, jalanan, bahkan gedung-gedung pencakar langit seperti negeri dongeng (ya, begitulah jika dideskripsikan singkatnya). Semua kelabu tanpa torehan tinta warna sekalipun. Banyak kutemukan ninja-ninja saat itu, bahkan ninja itu sendiri adalah aku salah satunya (senyum simpul dalam hati). Di setiap sudut jalan berjejer para penjual masker dengan berbagai pilihan yang beragam. Mulai dari harga Rp 25.000 s/d harga yang terjangkau oleh anak sekolahan yaitu Rp 5000 dan 2500. Saat itu aku juga menyempatkan untuk membeli masker untuk mencegah kabut asap itu sendiri, karena aku pernah membaca pepatah “lebih baik mencegah dari pada mengobati” (benar juga apa yang disampaikan pepatah ini).
            Setelah memakai masker, aku pun segera melanjutkan perjalanan ke sekolah dengan menggunakan motor. Asap begitu pekad mengalahkan hitamnya aspal yang hampir pudar. Jarak pandang begitu tipis sehingga para pengguna jalan harus tetap berhati-hati agar tidak seperti pembalap di jalanan (lebih baik pelan asal selamat). Sesampainya di sekolah aku memarkikan motorku di tempat parkiran siswa. Aku segera turun dari motor dan bergegas menuju koridor kelas yang nantinya akan berlangsung proses belajar di dalam kelas yang dimulai jam 07.30,  biasanya jika tidak asap sekolah masuk pukul 07.15. Bel pun berbunyi seperti alunan nada-nada balok dari susunan paranada yang tersusun rapi dibawa angin (begitulah jika dideskripsikan dalam daya khayal).
            Aku dan teman-teman sekelas segera memasuki ruangan pembelajaran yang saat itu mata pelajaran Bahasa Indonesia. Udara semakin sesak menjamah rongga dada yang pengab walaupun kegiatan belajar dihabiskan hanya di dalam ruangan saja. Dengan penuh harap aku dan seluruh yang ada di sekolah bahkan semua makhluk hidup yang ada di kota ini khususnya ingin segera penderitaan ini berakhir. Karena asap, maka proses belajar mengajar tidak sepenuhnya penuhnya. Sekolahku bahkan sekolah-sekolah lainnya juga lebih cepat memulangkan siswanya dari hari sebelum terjadi bencana asap.
            Sesekali hujan buatan memberi jeda dalam asap yang pekad. Namun, asap hanya pudar untuk sesaat dan kembali menghantui. Sekolah-sekolah kembali diliburkan berdasarkan kebijakan dari Dinas dan kembali pada sekolah masing-masing. Hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi dari buruknya dampak asap bagi kesehatan. Semua orang diharapkan tetap berada di rumah jika tidak ada kepentingan yang memaksa untuk keluar rumah, jika keluar rumah diharuskan menggunakan masker, bahkan disarankan juga agar penutup ventilasi rumah dengan kain basah agar menghambat masuknya asap ke dalam rumah.
            Lagi-lagi libur telah usai, dan kembali masuk seperti biasa pukul 07.30 selama berlangsungnya asap. Tugas rumah yang diberikan sebelumnya selama libur dikumpulkan untuk dinilai guru. Hal yang sama juga dirasakan kembali, udara mulai tak bersahabat dikarenakan asap yang mulai membentuk gumpalan-gumpalan padat dalam beberapa hari setelah hujan buatan berlangsung. Dapat dihitung dalam jangka waktu 2 atau 3 hari saja asap sudah mulai kembali padat. Begitulah seterusnya yang berlarut-larut dalam kemelut yang rasanya tak akan surut. Namun, dengan ketabahan dari hati para orang-orang di kotaku yang bersama-sama menengadahkan tangan dalam dzikir dan doa kepada Sang Pencipta agar melenyapkan bencana asap dari kotaku ini. Mereka semua begitu antusias walaupun rintihan isak tangis belum terjawab namun mereka tak pernah henti untuk terus berdoa, karena mereka tahu bahwa Sang Pencipta menguji dengan kesabaran di hati para hambanya.
            Dengan ketabahan para masyarakat di kotaku ini akhirnya kami masih dapat bersyukur dalam nikmat yang diberi karena masih bisa merasakan segarnya kembali udara bersih seperti biasanya. Walaupun berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama. Namun pemerintah telah berusaha dalam menangani dampak asap tersebut dengan mengirimkan Pemadam Kebakaran serta dengan dibuatnya hujan buatan yang dilakukan terus menerus untuk memadamkan titik api yang ada.
            Di tahun 2016 ini Aku beserta masyarakat yang ada sudah bisa bernafas lega setelah kejadian bencana asap tahun lalu. Semoga untuk ke depannya tidak ada lagi asap-asap yang menelan kotaku sehingga menjadi abu-abu seperti saat itu. Selamat tinggal asap, asap yang membuat kotaku suram tanpa warna yang kian kelabu, bahkan banyak menelan malaikat-malaikat kecil yang kini telah tertidur tenang dalam pusara abadinya cukup untuk tahun lalu.
           
                                                                                       Pekanbaru, 17 September 2016









           


Tidak ada komentar:

Posting Komentar