Tentang Badai di Aksara
Karya: Iklima Syafitri
Angin hari itu mengantarkan pesan duka
pada hati yang tengah terluka
Lewat embun-embun hangat yang mengalir
dari luapan hati yang bersedih
Petir bergemuruh di langit yang mengusam
di siang bolong
Menghantam!
menghentak!
Di
setiap sudut ruang yang ada tanpa ampun
Aku
menengadah pada langit yang berwajah suram menakutkan
Ku
curi suasana dari celah-celah jendela yang bergemetaran
Pada
udara yang tengah merengang nyawa melihat keluar jendela
Pohon,
ranting dedauan yang menua, dedauan kering yang mengiba, burung-burung
kecil
yang menangis kehilangan induknya, bahkan jejak-jejak di hiruk-pikuk jalanan
nyaris
tak bersuara
Ku lihat kembali, semakin menjauh, jauh,
dan menjauh
Laut berusaha menelan ludah
Namun buih-buih ludah membuncah-buncah
Terdengar suara ombak mendesah dicumbu
badai yang bernafsu bergairah
Hingga sampai pada puncaknya
Ku
lihat lagi di tempat yang berbeda dari celah jendela yang sama
Debu-debu
terombang-ambing bersama badai kemana ia suka
Pasir-pasir
harus rela bernomaden dalam pusaran badai yang bernafsu
Bernomaden,
bernomaden hingga badai puas bermain-main pada permainan tuanya
Jendela berkeringat oleh hembusan
nafasku
Di celah-celah jendela, masih di jendela
yang sama
Kurapalkan doa paling tua
Masih doa paling tua
Paling tua
Agar badai berhenti pada perhentiannya,
untuk perhentian yang terakhir kalinya
Hingga tak ada lagi cerita tentang badai
di aksara.
Pekanbaru, 29 September 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar